Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Welcome in Law Office Makmur Jaya, S.Kep., S.H., M.H. & Partners
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Adv. Makmur Jaya, S.Kep., S.H., M.H. & Rekan )
DEWAN PIMPINAN DAERAH FEDERASI ADVOKAT REPUBLIK INDONESIA (FERARI) PROV. JAWA BARAT
SIDANG PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)

JIKA PASIEN BERBOHONG TENTANG KONDISINYA MENGAKIBATKAN KERUGIAN BAGI TENAGA KESEHATAN, BAGAIMANA PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KESEHATAN DI TENGAH WABAH COVID-19

Oleh :
Makmur Jaya Yahya
Praktisi dan Akademisi Hukum Kesehatan


Di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Tercantum jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Undang-Undang No.36 Tahun 2014 secara sistematis, terdapat 16 Bab dan 96 Pasal. Terkait dengan pengawasan dan perlindungan, undang-undang ini berisi tentang pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia. Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dilakukan melalui peningkatan komitmen dan koordinasi semua pemangku kepentingan dalam pengembangan tenaga kesehatan serta legislasi yang antara lain meliputi sertifikasi melalui uji kompetensi, registrasi, perizinan, dan hak-hak tenaga kesehatan. Dalam rangka memberikan pelindungan hukum dan kepastian hukum kepada tenaga kesehatan, baik yang melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat maupun yang tidak langsung, dan kepada masyarakat penerima pelayanan itu sendiri, diperlukan adanya landasan hukum yang kuat yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta sosial ekonomi dan budaya. Pengawasan dan perlindungan kepada tenaga kesehatan termuat dalam beberapa pasal berikut ini : Pasal 3 (point e) Undang-Undang ini bertujuan untuk : e. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan Tenaga Kesehatan. Pasal 4 (point a dan c) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap: a. pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan peningkatan mutu Tenaga Kesehatan; c. pelindungan kepada Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik. Pasal 27 (ayat 2) (2) Tenaga Kesehatan yang bertugas di daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan serta daerah bermasalah kesehatan memperoleh hak kenaikan pangkat istimewa dan pelindungan dalam pelaksanaan tugas. Pasal 57 (point a, point d dan point f) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak: a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional; 6 b. memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai agama; c. menolak keinginan Penerima Pelayanan Kesehatan atau pihak lain yang bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar pelayanan, Standar Prosedur Operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan Pasal 75 Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak mendapatkan pelindungan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 80 Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Tenaga Kesehatan dengan melibatkan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dan Organisasi Profesi sesuai dengan kewenangannya. Pasal 81 (ayat 1 point c) (1) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 diarahkan untuk: c. memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan Tenaga Kesehatan.
Perlu Anda ketahui terlebih dahulu mengenai yang dimaksud dengan pasien dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien (“Permenkes 4/2018”) adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung, di rumah sakit. Kewajiban pasien, yaiu : 
               a.  mematuhi peraturan yang berlaku di rumah sakit;
  1. menggunakan fasilitas rumah sakit secara bertanggung jawab;
  2. menghormati hak pasien lain, pengunjung dan hak tenaga kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di rumah sakit;
  3. memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai dengan kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
  4. memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan yang dimilikinya;
  5. mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit dan disetujui oleh pasien yang bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  6. menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
  7. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Mengingat pasien berkewajiban untuk memberikan informasi yang jujur dan lengkap tentang masalah kesehatannya, maka bagi pasien yang berbohong tentang informasi seputar kesehatannya dapat dikenai jerat hukum. Sebelumnya, patut diketahui bahwa COVID-19 telah ditetapkan sebagai jenis penyakit yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
 Kedaruratan kesehatan masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sehingga, menurut hemat kami, COVID-19 dapat dikategorikan sebagai suatu penyakit menular. Wawancara untuk menyeleksi orang yang patut diduga terinfeksi atau membawa COVID-19 dengan yang tidak, dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (“PP 40/1991”), dapat dikategorikan sebagai tindakan pemeriksaan yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan atau di tempat lain yang ditentukan. Tindakan pemeriksaan tersebut termasuk sebagai salah satu upaya penanggulangan wabah penyakit menular menurut Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (“UU 4/1984”).
 Selain itu, setiap orang berperan serta juga untuk:
  1.         Memberikan informasi adanya penderita atau tersangka penderita penyakit wabah; 
  2.         Membantu kelancaran pelaksanaan upaya penanggulangan wabah; 
  3.         Menggerakkan motivasi masyarakat dalam upaya penanggulangan wabah;
  4.         Kegiatan lainnya 
Jadi, pasien yang berbohong tentang informasi kesehatannya, sehingga  menghalangi penanggulangan wabah COVID-19, padahal ia patut diduga terinfeksi atau  membawa COVID-19, bisa dikenai Pasal 14 ayat (1) atau (2) UU 4/1984, yang berbunyi:
  •       Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). 
  •       Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah
Kesimpulan 
  1. Tenaga Kesehatan memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar  Operasional Prosedur (SOP)
  2. pasien yang berbohong tentang informasi kondisinya dan mengakibatkan kerugian bagi tenaga kesehatan sehingga menghalangi penanggulangan wabah COVID-19, padahal ia patut diduga terinfeksi atau membawa COVID-19 dapat di ancam pidana

     Dasar Hukum :
  1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
  2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular 
  3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan 
  4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
  6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien 
  7. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)   
 -
         Referensi 
               -  www.hukumonline.com
         -  www.makmurjayayahya.com
  
    http://www.makmurjayayahya.com/2020/04/bagaimana-perlindungan-hukum-tenaga.html













Posting Komentar untuk "JIKA PASIEN BERBOHONG TENTANG KONDISINYA MENGAKIBATKAN KERUGIAN BAGI TENAGA KESEHATAN, BAGAIMANA PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KESEHATAN DI TENGAH WABAH COVID-19"

Menyalinkode AMP