Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Welcome in Law Office Makmur Jaya, S.Kep., S.H., M.H. & Partners
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Adv. Makmur Jaya, S.Kep., S.H., M.H. & Rekan )
DEWAN PIMPINAN DAERAH FEDERASI ADVOKAT REPUBLIK INDONESIA (FERARI) PROV. JAWA BARAT
SIDANG PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)

Menggugat status Badan Hukum PT yang telah bubar tidak dapat diterima karena tidak memenuhi sebagai subyek hukum

makmurjayayahya.com - Status PT. sebagai Badan Hukum, maka sejak itu hukum memperlakukan pemilik atau pemegang saham & pengurus/direksi terpisah dari PT itu sendiri yang dikenal dengan istilah Separate Legal Personality yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri. Dengan demikian maka pemegang saham tidak mempunyai kepentingan dalam kekayaan PT, sehingga oleh sebab itu tidak bertanggung jawab atas utang- utang perusahaan atau PT. Hal ini dikenal dengan corporate personality yaitu perusahaan mempunyai personalitas atau kepribadian berbeda dari orang yang menciptakannya. Maksudnya meskipun pengurus perusahaan berganti, perusahaan tetap memiliki identitas sendiri terlepas dari adanya pergantian pengurus maupun pemegang sahamnya. Pengertian badan hukum berdasarkan pendapat Wirjono Prodjodikoro adalah suatu badan di samping manusia yang dapat bertindak dalam hukum dan memiliki hak dan kewajiban sehingga dapat memiliki kepentingan hukum terhadap orang lain atau badan lain. Dikarenakan suatu badan hukum dapat memiliki kepentingan hukum terhadap orang lain atau badan lain, badan hukum dapat dikatakan sebagai subyek hukum. Subyek hukum diartikan sebagai penyandang hak dan kewajiban. Subyek hukum terdiri dari orang (natuurlijk persoon) dan badan hukum (rechts persoon). Badan hukum adalah suatu badan (entity) yang keberadaannya terjadi karena hukum atau undang-undang. Badan hukum yang diakui di Indonesia terdiri dari Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT atau Perseroan), Yayasan, dan Koperasi. Keberadaan PT sebagai badan hukum juga ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT). Oleh karena itu, sebagai badan hukum, PT merupakan subjek hukum yang dapat memiliki hak dan kewajiban hukum terhadap orang atau badan lain.

Dalam menjalankan kegiatannya, PT dapat menjadi bubar disebabkan karena alasan-alasan tertentu. Berdasarkan Pasal 142 ayat (1) UU PT, disebutkan beberapa alasan pembubaran PT, yaitu:

Pembubaran Perseroan terjadi:

  1. berdasarkan keputusan RUPS;
  2. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
  3. berdasarkan penetapan pengadilan;
  4. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
  5. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
  6. karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Pembubaran PT adalah proses dari suatu PT untuk menghapus keberadaan status badan hukumnya sebagai badan hukum.Namun, setelah bubarnya PT, status badan hukum yang dimilikinya tidak secara otomatis hilang. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 143 ayat (1) UU PT yang menyatakan:

Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan.”

Oleh karena status badan hukumnya tidak otomatis hilang, sejak PT dibubarkan setiap surat ke luar Perseroan harus dicantumkan kata “dalam likuidasi” di belakang nama Perseroan sebagai bentuk pemberitahuan kepada pihak ketiga. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) UU PT. Kata “dalam likuidasi” yang disebutkan sebelumnya mengandung makna bahwa PT tersebut sedang melakukan pemberesan penyelesaian dan pengakhiran urusan Perseroan yang menyangkut dengan harta kekayaan, khususnya penyelesaian hutang.

Dalam proses likuidasi diperlukan adanya likuidator. Likuidator adalah orang yang ditunjuk atau diangkat menjadi penyelenggara likuidasi  yang berkewajiban untuk mengatur dan menyelesaikan harta atau bundel Perseroan. Likuidator ini dapat diangkat berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau keputusan pengadilan. Namun, berdasarkan Pasal 142 ayat (3) UU PT, jika likuidator tidak ditunjuk baik dalam keputusan Pengadilan Niaga, maupun RUPS, maka Direksi bertindak sebagai likuidator. Likuidator ini kemudian akan bertanggungjawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya sesuai dengan Pasal 152 ayat (1) UU PT. Selain likuidator, terdapat pula kurator. Namun, kurator ini berbeda dengan likuidator karena kurator bertindak untuk melakukan likuidasi jika Perseroan telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi. Selain itu, berdasarkan Pasal 152 ayat (2) UU PT, kurator bertanggung jawab pada hakim pengawas atas likuidasi Perseroan yang dilakukan.

Selanjutnya, setelah proses likuidasi telah dilakukan dan selesai, berdasarkan Pasal 152 ayat (3) UU PT, likuidator wajib untuk memberikan pertanggungjawabannya kepada pengadilan atau RUPS yang mengangkatnya. Setelah itu, barulah likuidator akan dibebaskan dari tanggung jawabnya. Hal ini pun berlaku bagi kurator yang telah diterima pertanggungjawabannya kepada hakim pengawas, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 152 ayat (4) UU PT. Kemudian, sesuai dengan Pasal 152 ayat (7) UU PT, likuidator dan kurator wajib untuk mengumumkan hasil likuidasi di surat kabar dan memberitahukannya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari. Atas pemberitahuan tersebut, Menteri akan mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan serta akan menghapus nama Perseroan dari daftar Perseroan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 152 ayat (5) UU PT. Setelah itu, Menteri akan mengumumkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 152 ayat (8) UU PT. Oleh karena itu, berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa suatu PT dapat bubar disebabkan karena alasan-alasan tertentu. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 142 ayat (1) UU PT. Namun, dengan dilakukan pembubaran, status badan hukum dari suatu PT tidak otomatis hilang sedangkan yang dapat digugat ke pengadilan adalah subyek hukum baik perorangan maupun badan hukum.

Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung No. 2985 K/Pdt/2001 tanggal 29 Januari 2004 yang menyatakan: “Gugatan dinyatakan tidak dapat diterima pada saat gugatan diajukan subyek hukum yang digugat sudah dibubarkan lebih dahulu.”

Dasar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756).
  • Putusan Mahkamah Agung No. 2985 K/Pdt/2001 tanggal 29 Januari 2004

Sumber:

https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/apakah-status-badan-hukum-perseroan-terbatas-yang-telah-bubar-otomatis-hilang/

 

 

Posting Komentar untuk "Menggugat status Badan Hukum PT yang telah bubar tidak dapat diterima karena tidak memenuhi sebagai subyek hukum"

Menyalinkode AMP