Perusak Pemilu Jika Presiden, Menteri dan Kepala Daerah Ikut Kampanye
Gambar: makmurjayayahya.com. edisi pemilu 2024 |
Bismillahirrohmanirrohim
Oleh: Prof. Dr. ANTON
MINARDI, S.IP., S.H., M.Ag., MA.
- Guru Besar Ilmu Politik dan Hubungan Internasional Universitas Pasundan (UNPAS) Bandung
- Advokat Rakyat
makmurjayayahya.com - Presiden merupakan jabatan kenegaraan
yang menaungi seluruh rakyat dari semua golongan. Sudah seharusnya menempatkan
diri sebagai pemimpin, pelindung dan pengayom seluruh warga negara.
Benar dalam sistem kepartaian Presiden berasal dari satu
partai politik yang tentunya cenderung untuk mendukung partainya atau calon
dari partai atau koalisi partainya. Tetapi semenjak ia jadi Presiden seharusnya
ia menempatkan diri untuk semua golongan. Bukan justru mendeklarasikan diri
sebagai salah satu kandidat Calon Presiden atau Calon Legislatif, apalagi
mendukung keluarganya sendiri.
Pengecualian hanya dapat dilakukan jika ia cuti dari
jabatannya sebagai presiden untuk ikut kampanye. Meninggalkan fasilitas negara
untuk kampanye dan tidak memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai
derajat ketiga.
Walaupun ia cuti ketika kampanye tapi menggunakan fasilitas
negara jelas itu pelanggaran. Selama ia kampanye tidak cuti berarti ia
menggunakan fasilitas negara, itu jelas pelanggaran.
Jika ia cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara dalam kampanye tapi ada hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derakat ketiga maka itu pelanggaran. Semuanya harus diproses hukum yang adil.
Pasal 281 ayat (1) UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 berbunyi: “Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan: a. tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; b. menjalani cuti di luar tanggungan negara;
Menurut Pasal 8 dan 14 Peraturan Pemerintah No. 14 TAHUN 2009 tentang TATA CARA BAGI PEJABAT NEGARA DALAM MELAKSANAKAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM Presiden dan Wakil Presiden yang akan melakukan kampanye harus diatur melalui kesepakatan antara Presiden dan Wakil Presiden. Tentu saja hal itu harus di Declare bahwa ia sedang menjalani masa cuti untuk kampanye. Itu pun hanya 1 hari untuk setiap pekannya, kecuali pada saat hari libur ia dapat melakukan kampanye.
Aturan seperti ini membingungkan dan memberikan peluang
kepada negara untuk tidak memberikan contoh tidak baik kepada rakyat, karena
meskipun ia kampanye di hari libur di luar ketentuan cuti di luar tanggungan
negara tetapi di saat yang sama ia sebenarnya menggunakan fasilitas negara.
Sementara Menteri dapat mengajukan cuti kepada Presiden dan
Kepala Daerah mengajukan cuti kepada Menteri Dalam Negeri.
Apa yang dinyatakan oleh Presiden Jokowi bahwa Presiden,
Menteri dan Kepala Daerah boleh kampanye adalah menyesatkan dan berpotensi
untuk melakukan pelanggaran Pemilu bahkan merusak Pemilu. Jika tidak dipenuhi 3
syarat untuk cuti di luar tanggungan negara.
Jika pun Presiden Jokowi cuti dan tidak menggunakan
fasilitas negara ia tetap tidak bisa Kampanye karena ia tidak boleh
mengkampanyekan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang memiliki hubungan
darah dan semenda sampai derajat ke 3. Seperti kita ketahui bahwa Gibran adalah
putranya Presiden Jokowi.
Jika Presiden Jokowi
tetap kampanye maka akan merusak prinsip Pemilu yang Jujur dan Adil. Dimana
sebelumnya sudah dicederai dengan adanya Putusan MK yang merubah syarat usia
Capres dan Cawapres dan meloloskan Gibran sebagai kandidat Cawapres.
Masa depan Pemilu dan demokrasi akan turn back to KKN.***25/01/2024***
Posting Komentar untuk " Perusak Pemilu Jika Presiden, Menteri dan Kepala Daerah Ikut Kampanye "