Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Welcome in Law Office Makmur Jaya, S.Kep., S.H., M.H. & Partners
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Adv. Makmur Jaya, S.Kep., S.H., M.H. & Rekan )
DEWAN PIMPINAN DAERAH FEDERASI ADVOKAT REPUBLIK INDONESIA (FERARI) PROV. JAWA BARAT
SIDANG PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)

Surat Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah, Apakah Diperbolehkan ?

makmurjayayahya.com – Dasar hukum yang mengatur mengenai Surat Kuasa dapat ditemui dalam Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mengatur bahwa pemberian kuasa (lastgeving) adalah perjanjian di mana seorang memberi kekuasaan (kewenangan) kepada orang lain yang menerimanya untuk dan atas nama pemberi kuasa melakukan perbuatan hukum. Namun, dalam KUHPerdata sendiri tidak ditemui pengaturan mengenai Surat Kuasa Mutlak. Salah satu bentuk kuasa adalah kuasa mutlak yaitu kuasa yang tak dapat ditarik kembali sekaligus bersifat memindahkan hak atas tanah yang memberi kewenangan terhadap penerima kuasa dalam proses pengalihan hak atas tanah atas dasar surat kuasa.

Surat kuasa mutlak adalah surat kuasa yang dibuat di hadapan Notaris, dengan tujuan untuk menghindari ketidakpastian pemberian kuasa, yang dihubungkan dengan hak pemberi kuasa untuk dapat mencabut secara sepihak pada satu sisi, serta hak penerima kuasa untuk melepas secara sepihak pada sisi lain, lalu lintas pergaulan hukum telah memperkenalkan dan membenarkan pemberian kuasa, yang disebut dengan kuasa mutlak. Pemberi kuasa menyerahkan sepenuhnya kepada penerima kuasa terhadap sebidang tanah untuk menjual atau mengalihkan dengan cara apapun. Di sini terlihat bahwa perpindahan hak tersebut terlalu berlebihan sehingga si pemberi kuasa seakan-akan tidak mempunyai hak lagi terhadap sebidang tanah yang merupakan miliknya. 

Dalam Burgelik Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak mengatur mengenai kuasa mutlak. Sejak Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 berlaku, penggunaan Kuasa Mutlak Dilarang , bertujuan untuk mengatur ketertiban umum dalam transaksi jual beli tanah. Penggunaan Instruksi Menteri Dalam Negeri Tahun 1982 kemudian sudah tidak berlaku lagi semenjak dikeluarkannya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2014 Tentang Pencabutan Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Pertanahan.

Dalam transaksi jual beli tanah, surat kuasa mutlak sering di gunakan. Pengadilan sudah seringkali memutuskan bahwa penggunaan Surat Kuasa Mutlak tidak dapat dibenarkan. Pandangan Hakim sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah selanjutnya disebut Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 pada bagian kedua, menjelaskan pengertian mengenai Surat Kuasa Mutlak, yaitu:

1.    Kuasa Mutlak yang dimaksud dalam Diktum Pertama adalah kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa;

2.    Kuasa Mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah adalah Kuasa Mutlak yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum dapat dilakukan oleh pemegang haknya.”

Pada prakteknya, jenis Surat Kuasa Multlak ini dilarang digunakan dalam proses pemindahan hak atas tanah/jual beli tanah, sebagaimana diatur dalam Instruksi Mendagri 14/1982 yang bertujuan mengatur ketertiban umum dalam bertransaksi jual beli tanah. Huruf c, konsideran Instruksi tersebut menyebutkan:

“Maksud dari larangan tersebut, untuk menghindari penyalahgunaan hukum yang mengatur pemberian kuasa dengan mengadakan pemindahan hak atas tanah secara terselubung dengan menggunakan bentuk “kuasa mutlak”. Tindakan demikian adalah salah satu bentuk perbuatan hukum yang mengganggu usaha penertiban status dan penggunaan tanah”.

Sesuai  Pasal 39 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. (PP No. 24 Tahun 1997) Tentang Pendaftaran Tanah, dimana penggunaan kuasa mutlak sebagai pemindahan hak atas tanah tidak memenuhi Pasal 1320 syarat sahnya perjanjian Ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu mengenai suatu sebab (causa) yang halal.

Menurut Sudaryo Soimin dalam buku “Status Hak dan Pembebasan Tanah” bahwa Penggunaan kuasa mutlak sebagai pemindahan hak atas tanah merupakan suatu penyelundupan hukum pemindahan hak atas tanah secara terselubung dan suatu penyalagunaan hukum sebagai pemberian kuasa. Penggunaan kuasa mutlak ini akan menganggu penertiban status serta penggunaan atas tanah. Meskipun sudah diatur larangan penggunaan kuasa mutlak, namun dalam praktik masih dijumpai beberapa kasus penggunaan kuasa mutlak, salah satunya menggunakan kuasa mutlak sebagai pengikat perjanjian hutang piutang.

Dasar Hukum :

  • Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1792 s/d Pasal 1819
  • Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
  • Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2014 Tentang Pencabutan Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Pertanahan
  • Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah
Referensi :
  • Lainul Arifah (2018) : Kedudukan Hukum Terhadap Penggunaan Kuasa Mutlak dalam Pemindahan Hak Atas Tanah Di Kantor Notaris/PPAT Paulus Manaek Simbolon https://repository.uin-suska.ac.id/

 

Posting Komentar untuk "Surat Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah, Apakah Diperbolehkan ?"

Menyalinkode AMP