Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal jenis-jenis Intervensi dalam Hukum Acara Perdata setelah adanya E-court

makmurjayayahya.com

makmurjayayahya.com - Pada praktik hukum dan peradilan di Indonesia khususnya dalam praktik peradilan perdata, dikenal suatu tindakan hukum oleh pihak ketiga yang merasa haknya terganggu atas suatu gugatan yang dikenal dengan istilah Intervensi atau intervenient 

A.    Pengertian Intervensi dalam hukum acara perdata

Intervensi atau intervenient adalah suatu perbuatan hukum oleh pihak yang berkepentingan dengan jalan melibatkan diri atau dilibatkan oleh satu pihak dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), intervensi adalah campur tangan dalam perselisihan antara dua pihak (orang, golongan, negara, dan sebagainya). Pengaturan mengenai intervensi diatur dalam Pasal 279 Reglement op de Rechtsvordering (RV) yang menyatakan bahwa:

“Barangsiapa mempunyai kepentingan dalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan antara pihak-pihak lain, dapat menuntut untuk menggabungkan diri atau campur tangan.”

Keikutsertaan dari pihak ketiga tersebut bisa didasarkan atas prakarsa sendiri ataupun ditarik oleh salah satu pihak yang berperkara agar ikut dalam pemeriksaan sengketa perkara perdata tersebut sebagai pihak intervensi.

Intervensi tidak diatur dalam HIR (Herzien Inlandsch Reglement/hukum acara perdata yang berlaku di wilayah Jawa dan Madura), RBg (Rechtreglement voor de Buitengewesten/hukum acara perdata yang berlaku di luar wilayah Jawa dan Madura), ataupun undang-undang khusus. Sehingga, berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, untuk mengisi kekosongan hukum terhadap perkara Intervensi, digunakanlah beberapa aturan di antaranya Pasal 70 RV dan 279 RV sebagai dasar hukum acara intervensi di pengadilan Indonesia sampai saat sekarang ini.

Pasal 70 RV menyatakan sebagai berikut “Jika seorang tergugat berpendapat ada alasan untuk memanggil seseorang untuk menanggungnya dan pemanggilan tidak dilakukan sebelum hari sidang pemeriksaan perkaranya, maka ia pada hari yang ditentukan untuk mengadakan bantahan harus mengajukan kesimpulan disertai alasan-alasan untuk itu sebelum bantahan dilakukan.

Intervensi dalam hukum adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam pemeriksaan perkara yang sedang berlangsung. Intervensi hukum tersebut dapat dilakukan atas kehendak sendiri maupun ditarik ke dalam sengketa oleh salah satu pihak antara Penggugat atau Tergugat

Selanjutnya, dengan adanya intervensi ini bermanfaat dalam memperlancar proses pemeriksaan sengketa perkara perdata, sehingga dapat mencegah terjadinya putusan yang saling bertentangan. Namun, dalam praktiknya, masih banyak orang yang kurang memahami proses dan manfaat intervensi tersebut. Gugatan intervensi ini merupakan solusi untuk pihak ketiga dalam mempertahankan hak-haknya yang masih menjadi obyek sengketa antara para pihak di Pengadilan. Dibandingkan dengan proses beracara sendiri membutuhkan proses yang lebih lama, sehingga gugatan intervensi tussenkomst ini pada hakekatnya untuk menyederhanakan prosedur beracara dan mencegah adanya putusan yang saling bertentangan. Hal ini sebagaimana asas paling dasar di hukum acara perdata yaitu peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan yang terdapat pada Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Menurut Retnowulan Sutantio dan Oeripkartawinata sebagaimana dikutip oleh Puri Galih Kris Endarto dalam Jurnal Pandecta berjudul Tinjauan Yuridis Gugatan Intervensi Tussenkomst sebagai Upaya Hukum Alternatif dalam Gugatan Hukum Acara Perdata Biasa, intervensi hukum adalah ikut sertanya pihak ketiga atas inisiatif sendiri, maupun karena ditarik masuk oleh salah satu pihak untuk ikut menanggung dalam pemeriksaan sengketa perkara perdata. Lalu dalam praktiknya, kadang-kadang ada pihak ketiga yang ikut serta di dalam proses pemeriksaan sengketa dalam perkara perdata.

Ada 3 (tiga) jenis intervensi dalam hukum acara perdata, yaitu:

  1. Voeging adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk bergabung kepada salah satu pihak; salah satu mantan Hakim Agung A. Mukti Arto memberikan pendapat terhadap pihak dalam voeging memiliki syarat-syarat yang diperlukan agar dapat ditetapkan sebagai pihak antara laim a) permintaan masuk sebagai pihak berisi tuntutan hak tertentu, b) adanya kepentingan hukum langsung dari pihak ketiga yang ingin dilindungi dengan mendukung salah satu pihak berperkara; dan c) kepentingan tersebut harus memiliki keterkaitan dengan pokok perkara yang sedang diperiksa.
  2. Tussenkomst adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk ikut dalam proses perkara pokok atas dasar inisiatif sendiri karena ada kepentingannya yang terganggu. Intervensi jenis ini diajukan oleh karena pihak ketiga merasa bahwa miliknya disengketakan/diperebutkan oleh penggugat dan tergugat;
  3. Vrijwaring adalah penarikan pihak ketiga untuk bertanggung jawab (untuk membebaskan tergugat dari tanggung jawab kepada penggugat), karakteristik vrijwaring sebagai berikut a) esensinya merupakan penggabungan tuntutan, b) salah satu pihak yang bersengketa, dalam hal ini tergugat menarik pihak ketiga ke dalam sengketa yang dihadapi, c) keikutsertaan pihak ketiga timbul karena paksaan, bukan karena inisiatif sendiri.

B.  Bagaimana Proses Pengajuan Intervensi

Dalam praktik peradilan perdata melakukan upaya intervensi, pihak ketiga dapat mengajukan gugatan pada pengadilan dimana pokok perkara sedang berjalan untuk dapat turut serta dalam pokok perkara. Hal ini dikenal sebagai gugatan intervensi. Gugatan intervensi merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak ketiga dikarenakan adanya kepentingan dalam gugatan tersebut dengan jalan melibatkan diri atau dilibatkan oleh salah satu pihak dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung. 

Dalam gugatan intervensi, pihak ketiga dapat berperan sebagai penggugat intervensi ataupun sebagai tergugat intervensi. Namun pengajuan permohonan gugatan intervensi harus diajukan sebelum pembuktian, yaitu dalam proses pembacaan gugatan dan jawaban gugatan. Hal ini dikarenakan pengadilan perlu melakukan pemeriksaan terhadap gugatan intervensi yang diajukan pihak ketiga tersebut.

Setelah dilakukan pemeriksaan tersebut, maka majelis hakim akan mengeluarkan putusan sela (tussen vonis) untuk memutuskan apakah gugatan intervensi diterima atau ditolak. Apabila gugatan intervensi diterima, maka pihak ketiga selanjutnya dapat turut serta dalam pemeriksaan perkara tersebut. 

C. Prosedur Intervensi dan berbagai permasalahan intervensi dalam Praktik Peradilan adanya e-court

Pada praktik intervensi saat ini, prosedur beracara intervensi pun berubah, dengan adanya e-Court maka sebagaimana kita ketahui dalam SK KMA 363/KMA/SK/XJJ/2022 tentang Petunjuk Teknis Administrasi dan Persidangan Perkara Perdata, Perdata Agama, dan Tata Usaha Negara di Pengadilan Secara Elektronik pada huruf C nomor 6 terkait gugatan intervensi huruf a sampai dengan k memuat dengan jelas prosedur gugatan intervensi yang mana pihak ketiga gugatan intervensi wajib memenuhi persyaratan sebagai pengguna terdaftar dan/atau pengguna lain dan segala sesuatu yang berkaitan dengan intervensi semuanya melalui e-Court mulai dari pendaftaran, pemberitahuan kepada pihak, sampai dengan ditutupnya akses pihak intervensi dalam e-Court apabila ditolak oleh Majelis Hakim.

Semoga artikel ini bermanfaat !

Sumber :

 

 

Posting Komentar untuk "Mengenal jenis-jenis Intervensi dalam Hukum Acara Perdata setelah adanya E-court"