Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Welcome in Law Office Makmur Jaya, S.Kep., S.H., M.H. & Partners
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Adv. Makmur Jaya, S.Kep., S.H., M.H. & Rekan )
DEWAN PIMPINAN DAERAH FEDERASI ADVOKAT REPUBLIK INDONESIA (FERARI) PROV. JAWA BARAT
SIDANG PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)

Perbedaaan batal demi hukum dan dapat dibatalkan

Perbedaaan batal demi hukum dan dapat dibatalkan

makmurjayayahya.com - Secara istilah batal demi hukum mengandung pengertian bahwa akibat-akibat dari keputusan dianggap tidak pernah ada atau dikembalikan seperti semula sebelum adanya keputusan. Sedangkan dapat dibatalkan mengandung arti bahwa akibat-akibat yang timbul dari suatu keputusan tetap sah sebelum diadakan pembatalan. Untuk lebih mudah memahami maksud dan pengertian tersebut, mari kita kaitkan dengan sebuah contoh perbuatan hukum. Misal perjanjian, maka dalam hal ini untuk mengetahui bahwa suatu perjanjian sah atau tidak sah harus diuji dengan beberapa syarat. Karena perjanjian yang tidak sah mengandung pengertian bahwa perjanjian tersebut batal demi hukum, sedangkan perjanjian yang sah tetap dapat dibatalkan apabila diajukan pembatalan karena terdapat salah satu atau beberapa syarat yang tidak dipenuhi.Pasal 1320 KUH Perdata menentukan 4 Syarat sahnya perjanjian yaitu :
  1. Sepakat
  2. Kecakapan
  3. Suatu hal tertentu
  4. Sebab yang halal
Syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena kedua syarat tersebut harus dipenuhi oleh subjek hukum, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut dengan syarat objektif karena kedua syarat ini harus dipenuhi terhadap objek yang diperjanjikan.
Tidak terpenuhinya (salah satu) syarat subjektif dapat mengakibatkan suatu perjanjian dapat dibatalkan, maksudnya perjanjian tersebut menjadi batal apabila ada yang memohonkan pembatalan. Sedangkan tidak terpenuhinya (salah satu) syarat objektif dapat mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum, artinya sejak semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perjanjian.
Lebih jelasnya saya disini akan menguraikan syarat-syarat tersebut :
  1. Sepakat ; Para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut. Pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh karena paksaan dan/atau penipuan.
  2. Kecakapan ; Pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap. Mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk melakukan perjanjian dapat kita temukan dalam pasal ini, yaitu orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah perwalian.
  3. Suatu hal tertentu ; Mengenai hal ini dapat kita temukan dalam pasal 1332 dan 1333 KUH Perdata. Yaitu “hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian” (Ps.1332) dan “suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu dapat ditentukan dan dihitung (Ps. 1333).
  4. Sebab yang halal ; Perjanjian tidak dilarang oleh undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum (Ps. 1337). Selain itu pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat karena sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.
Sumber :
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH.Pdt) / BW
  • http://www.jurnalhukum.com/syarat-syarat-sahnya-perjanjian/
  • www.makmurjayayahya.com 
  •  https://www.makmurjayayahya.com/2017/03/perbedaaan-batal-demi-hukum-dan-dapat.html

Posting Komentar untuk "Perbedaaan batal demi hukum dan dapat dibatalkan "

Menyalinkode AMP