Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Welcome in Law Office Makmur Jaya, S.Kep., S.H., M.H. & Partners
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Adv. Makmur Jaya, S.Kep., S.H., M.H. & Rekan )
DEWAN PIMPINAN DAERAH FEDERASI ADVOKAT REPUBLIK INDONESIA (FERARI) PROV. JAWA BARAT
SIDANG PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)

Cybersquatting Terhadap Kajian Cyberlaw

makmurjayayahya.com - Cyberlaw merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace (Dunia Maya) diartikan di Indonesia sebagai TELEkomunikasi MultimediA informaTIKA. Cyber law adalah rezim hukum baru yang di dalamnya memiliki berbagai aspek hukum  yang sifatnya multidisiplin. Dalam modul ini cyberlaw juga diartikan sebagai hukum  telekomunikasi multimedia dan informatika (telematika). Pengertian ini menunjukkan sifat  konvergentif dari communication, computing, content, dan comunity sehingga cyber law membahas dari teknologi dan informasi secara konvergensi.  Definisi Hukum Telematika, atau yang dikenal dengan cyber law, adalah keseluruhan asas asas, norma atau kaidah lembaga-lembaga, institusi-institusi dan proses yang mengatur kegiatan  virtual yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (disingkat  menjadi TIK).  Cyber Law adalah hukum yang digunakan didunia dunia maya (Cyber Space), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Sedangkan Cyber Space, istilah yang berhubungan dengan kumpulan komputer yang data elektroniknya dapat diakses. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum dibanyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini. yuridis, cyberlaw tidak sama lagi dengan ukuran dan kualifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dari sinilah Cyberlaw bukan saja keharusan, melainkan sudah merupakan kebutuhan untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini,yaitu dengan banyaknya berlangsung kegiatan cybercrime.Tujuan Cyber law sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyberlaw akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme. Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu:

  1. Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan dinegara lain. 
  2. Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan. 
  3. Nationality yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untukmenentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku. 
  4. Passive nationality yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban

Ruang Lingkup Cyber Law

Pembahasan mengenai ruang lingkup” Cyberlaw” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet. Secara garis besar ruang lingkup” cyberlaw” ini berkaitan dengan persoalan-persoalan atau aspek hukum dari :

  1. Hak Cipta (Copy Right) 
  2. Pencemaran nama baik (Defamation) 
  3. Hate Speech 
  4. Hacking, Viruses, Illegal Access 
  5. Regulation Internet Resource 
  6. Privacy 
  7. Duty Care 
  8. Criminal Liability 
  9. Procedural Issues (Jurisdiction, Investigation, Evidence, etc) 
  10. Electronic Contract 
  11. Pornography 
  12. Robbery 
  13. Consumer Protection E-Commerce, E-Government 
  14. Hak Merk (Trademark)/ contoh : Cybersquatting

Cybersquatting atau domain squatting didefinisikan menurut Hukum Federal Amerika Serikat adalah  mendaftarkan, atau menggunakan nama domain dengan niat buruk untuk mengambil keuntungan dari merek dagang milik orang lain. Orang yang melakukan praktik ini disebut dengan cybersquatter. Tujuan dari cybersquatting adalah menjual nama domain dengan harga lebih mahal dari harga registrasi perusahaan atau orang ternama yang belum  sadar atau berniat mendaftarkan suatu domain. Di Amerika kasus seperti Mac Donald, Julia Robert, Toys "R" us dan masih banyak lagi sudah sempat disidangkan. Namun perbandingan kasus yang melalui jalur pengadilan relatif sedikit. Sebagian besar melalui mekanisme yang diatur di dalam UDRP. Biasanya berupa penggantian ganti rugi, dan penyerahan nama domain kepada pihak yang lebih berhak. Secara hukum, di dunia termasuk Indonesia tidak ada satu peraturan yang dengan tegas mengatur tindakan cybersquatting ini. Namun secara eksplisit persoalan cybersquatting ini diatur dalam di UDRP (Uniform Domain Name Dispute Resolution Policy) yang dikeluarkan oleh ICANN.

Palo Palo Alto Networks, perusahaan keamanan siber, menemukan ancaman penyerobotan nama domain (cybersquatting) dengan domain yang paling banyak disalahgunakan berdasarkan tingkat bahayanya. Sebagai catatan, penyerobotan nama domain (cybersquatting) adalah suatu tindakan pendaftaran nama domain yang dilakukan oleh orang yang tidak berhak (tidak memiliki legitimate interest). "Sebuah domain, atau yang terkait dengan domain-domain squatting, atau sebagian besar domain-domain squatting, terkonfirmasi berbahaya," demikian keterangan penelitian dari Palo Alto Networks. Dalam laporan tersebut mengungkapkan bahwa sistem pelacak squatting Palo Alto Networks menemukan 13.857 squatting domain yang telah teregistrasi selama bulan Desember 2019. Angka itu sama dengan rata-rata 450 squatting domain teregistrasi setiap harinya. Palo Alto Networks kemudian menemukan 2.595 (18,59 persen) nama-nama squatting domain berbahaya yang kerap mendistribusikan malware atau menyebarkan serangan phishing. Kemudian, sebanyak 5.104 (36,57 persen) squatting domain menghadirkan risiko tinggi bagi pengguna yang mengunjunginya. Palo Alto Networks dalam laporannya menyertakan bukti-bukti dan kumpulan URL berbahaya di dalam domain yang diamati atau menggunakan bulletproof hosting. Untuk diketahui, Bulletproof hosting adalah layanan yang disediakan oleh hosting domain atau perusahaan web hosting yang memberikan kebebasan kepada pelanggan dalam jenis materi yang dapat diunggah dan distribusikan. Pembuat domain-domain squatting mengincar target-target yang menguntungkan. Misalnya media sosial dan search engine populer, domain finansial, situs web bank maupun belanja daring.Para pengguna dan pengunjung domain itu menjadi sasaran empuk pencurian data seperti dokumen-dokumen (informasi sensitif) yang sangat penting atau pencurian uang melalui phishing dan scam. "Para pengguna internet biasanya mengandalkan nama-nama domain [misal langsung ketik nama perusahaan tanpa mengecek lebih dulu] pada saat melakukan pencarian situs web brand, layanan, atau situs web personal," tulis laporan tersebut. Penjahat siber membuat domain dengan menggunakan nama yang mirip atau mendekati domain brand-brand terkemuka dengan tujuan mengambil keuntungan (menipu) pengguna yang melakukan kesalahan akibat ketidakcermatan dalam mengenali nama domain yang seharusnya. "Tindakan inilah yang dikenal sebagai cybersquatting." dikutip Bisnis.com, Rabu (23/9/2020)’.

Dasar Hukum yang berkaitan dengan Cybersquatting

Pasal 23

  1. Setiap penyelenggara Negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama. 
  2. Pemilikkan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada itikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain. 
  3. Setiap penyelenggara Negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan nama domain dimaksud

Pasal 24

Pengelola Nama Domain adalah pemerintah dan/atau masyarakat. Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan ayat (3) diatur degan Peraturan Pemerintah.dan Hukum di Indonesia

Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah olah menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu. Untuk kasus-kasus cybersquatting dengan menggunakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Pidana Umum, seperti misalnya pasal 382 bis KUHP tentang Persaingan Curang, pasal 493 KUHP tentang Pelanggaran Keamanan Umum Bagi Orang atau Barang dan Kesehatan Umum, pasal 362 KUHP tentang Pencurian, dan pasal 378 KUHP tentang Penipuan; dan Pasal 22 dan 60 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi untuk tindakan domain hijacking. Demikian artikel dari saya semoga bermanfaat untuk para pembaca...



 

Posting Komentar untuk "Cybersquatting Terhadap Kajian Cyberlaw"

Menyalinkode AMP