Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Welcome in Law Office Makmur Jaya, S.Kep., S.H., M.H. & Partners
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Adv. Makmur Jaya, S.Kep., S.H., M.H. & Rekan )
DEWAN PIMPINAN DAERAH FEDERASI ADVOKAT REPUBLIK INDONESIA (FERARI) PROV. JAWA BARAT
SIDANG PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)

CACAT KEHENDAK (WILSGEBREKEN) SEBAGAI SALAH SATU ALASAN PEMBATALAN KONTRAK DALAM PERSEPEKTIF HUKUM PERDATA

www.makmurjayayahya.com

makmurjayayahya.com – Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa dari berbagai macam Kontrak atau Perjanjian telah banyak melahirkan Perikatan-Perikatan. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Salah satu syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 BW (Burgerlijk Wetboek) yaitu adanya kesepakatan antara kedua belah pihak. Dasar dari terbentuknya kesepakatan adanya kesesuaian antara kehendak dan pernyataan. Namun hal ini masih bisa dibatalkan apabila terdapat cacat kehendak.

Dalam bidang hukum perdata, hukum perikatan merupakan salah satu hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam hubungan-hubungan hukum di bidang harta kekayaan yang dilakukan sehari-hari.

Hukum perikatan diatur dalam Buku III BW (Buku III KUH Perdata) yang secara garis besar dibagi atas 2 bagian, yaitu : 

  1. Perikatan pada umumnya, baik yang lahir dari perjanjian maupun yang lahir dari Undang-Undang.
  2. Perikatan yang lahir dari perjanjian – perjanjian tertentu. 

Ketentuan tentang perikatan pada umumnya ini berlaku juga terhadap perikatan yang lahir dari perjanjian tertentu, seperti jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan lain-lain. Bahkan ketentuan tentang perikatan pada umumnya, ini berlaku pula sebagai ketentuan dasar atau semua perjanjian yang dibuat oleh para pihak, yang jenis perjanjiannya tidak diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW) sehingga perjanjian apapun yang dibuat acuannya adalah pada ketentuan umum tentang perikatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1233 sampai pasal 1456 BW. (Burgerlinjk Wetboek)

Dalam KUHPerdata, serta doktrin dan yurisprudensi umum di Indonesia, terdapat tiga hal yang menyebabkan cacat kehendak (wilsgrebeken), yakni:

1.  Kesesatan (dwaling)

Kekeliruan yang dimaksud adalah terdapat kesesuaian antara kehendak dan pernyataan, namun kehendak salah satu atau kedua pihak tersebut secara cacat. Diluar hal tersebut, maka akibat dari kekeliruan harus ditanggung oleh dan menjadi risiko pihak yang membuatnya. Kesesatan itu disebabkan oleh faktor internal yaitu dirinya sendiri yang menyebabkan gambaran yang keliru terhadap sifat yang sesungguhnya atas

2.  Paksaan (dwang)

Ancaman/ paksaan (bedreiging, dwang) terjadi apabila seseorang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dengan menggunakan cara yang melawan hukum. Mengancam akan menimbulkan kerugian pada orang tersebut atau kebendaan miliknya atau terhadap pihak ketiga dan kebendaan pihak ketiga. Suatu ancaman dapat terjadi atau dilakukan dengan menggunakan cara atau sarana legal maupun ilegal. Contoh sarana yang legal adalah mengancam untuk melakukan permohonan pailit.

3.  Penipuan (bedrog).

Penipuan (bedrog) diatur dalam Pasal 1328 BW (Burgerlijk Wetboek) merupakan salah satu bentuk cacat kehendak. Yang dimaksud penipuan adalah apabila seseorang sengaja dengan kehendak dan pengetahuan menimbulkan kesesatan pada orang lain. Penipuan dapat terjadi karena suatu fakta dengan sengaja disembunyikan atau bila suatu informasi dengan sengaja diberikan secara keliru atau dengan menggunakan tipu dengan lainnya. Terdapat hubungan yang erat antara kekeliruan dan penipuan. Penipuan, unsur perbuatan melawan hukum dari pihak yang menipu dan tanggung gugatnya terlihat dengan jelas. Sedangkan pada kekeliruan hal ini tidak tampak. Selain itu, pada kekeliruan masih terdapat peluang untuk mengubah perjanjian. Sedangkan pada penipuan tertutup peluang untuk mengubah perjanjian.

Jika terbukti sebuah kontrak disepakati karena adanya tiga alasan diatas, maka kontrak tersebut batal demi hukum (nietig, null and void) karena dianggap meeting of mind (pertemuan kehendak) yang terjadi sehingga ada kata sepakat didasari adanya keadaan-keadaan yang tidak normal.

Dalam praktiknya, ketiga alasan diatas mengalami perkembangan. Sebuah kontrak dinyatakan batal demi hukum bukan hanya karena adanya kesesatan, paksaan dan penipuan. Dalam New Burgerlijk Wetboek Belanda, Pasal 3: 44 menambahkan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheiden) sebagai  keadaan yang dapat menyebabkan cacat kehendak.

Di Indonesia, meskipun belum diatur secara expressis verbis dalam KUHPerdata, namun praktik pengadilan telah melahirkan berbagai yurisprudensi hakim membatalkan perjanjian dengan dasar adanya penyalagunaan keadaan (misbruik van omstandigheiden).

Salah satu contoh terdapat pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2356K/Pdt/2008 yang menyatakan bahwa :

"Alasan-alasan kasasi Pemohon Kasasi tersebut dapat dibenarkan karena judex factie (pengadilan tinggi) telah salah menerapkan hukum. Bahwa Pengadilan Tinggi tidak mempertimbangkan keadaan Penggugat pada saat dibuatnya perjanjian jual beli, yakni Penggugat ditahan polisi karena laporan dari Tergugat I dan Tergugat II untuk menekan Penggugat agar mau membuat atau menyetujui perjanjian jual beli tersebut. Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI bahwa perjanjian jual beli yang dibuat dibawah tekanan dan dalam keadaan terpaksa adalah merupakan “MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEIDEN”., yang dapat mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan, karena tidak lagi memenuhi unsur-unsur Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu tidak adanya kehendak yang bebas dari salah satu pihak. (H. Soeroso Ono, S.H., M.H.)

 

Sumber:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2356K/Pdt/2008

https://journal.trunojoyo.ac.id/shi/article/view/6433

 

 

Posting Komentar untuk "CACAT KEHENDAK (WILSGEBREKEN) SEBAGAI SALAH SATU ALASAN PEMBATALAN KONTRAK DALAM PERSEPEKTIF HUKUM PERDATA"

Menyalinkode AMP